Assalamualaikum, coret-coret sedikit ini
adalah cerita pertamaku, semoga bisa membuka mata keluarga dan suami
yang memiliki wanita tengah mengandung nyawa di perutnya. “Jangan
biarkan ibu hamil sendirian” tentu saja ada benarnya ini adalah
pengalaman nyataku, aku juga tengah mengandung 7 bulan sebentar lagi
akan melahirkan. Aku tinggal jauh dari keluargaku, hanya kami berdua
tinggal di rumah sebesar ini yang kami sewa bersama suamiku, bapak
mertuaku masih tinggal 1 kota dengan kami, tapi aku kurang dekat
kepadanya.
Jika ada masalah apa-apa
tentu saja aku yang harus menyelesaikannya sendiri, suamiku selalu sibuk
kerja ketika perutku sudah semakin membesar, dia berangkat jam 8 pagi
pulang jam 10 malam, itu pun tak sampai 1 jam kami berbincang sebelum tidur.
Dia selalu sibuk dengan ponselnya. Aku selalu berpikiran positif hingga
saat ini, meski terkadang rasa sedih kerap menyelimuti hatiku.
Seharusnya
seorang ibu hamil yang sedang mengandung janin seperti ini manjakan lah
atau perhatianlah sekedar menanyakan aku sedang apa di rumah? Tidak,
dia tak pernah seperti itu selain aku duluan yang mengirim pesan teks
kepadanya, itu pun di balas ketus. Apa karena aku tak menarik lagi
semenjak hamil? Tapi hanya dia yang seperti itu kepadaku. Ku alihkan
lagi pikiranku mungkin dia terlalu sibuk bekerja untuk mengumpulkan uang
demi anak ini nanti.
Suatu hari aku
tak dapat tidur, dadaku terasa amat berat dan sesak. Aku sudah minum air
banyak sekali, tetap saja hingga menjelang adzan subuh
aku baru dapat terlelap. Itu pun aku harus bangun lagi. Membangunkan
suamiku, menyiapkan bajunya, sarapannya. Hingga dia berangkat kerja
lagi. Aku istirahat hingga tertidur, ketika aku tertidur setengah sadar
aku mendengar suara langkah kaki dari dapur menuju ruang tengah.
Sontak
dengan mata setengah terpejam aku melihat. Tapi tak ada apa-apa. Aku
lanjutkan lagi tidur karena mataku yang lelah, hingga aku merasakan
sesuatu yang mengeras di perutku, aku pikir janinku menendang seperti
biasanya tapi ini terasa sesak sekali, rasa sesak itu terasa lagi sampai
ke dadaku, aku terbangun mencoba mengatur nafas. Tetap saja terasa
sesak, berat, dan dingin.
Aku ingat
kata ibuku masa-masa seperti ini aku harus berhati-hati perbanyak doa,
tapi ku akui mungkin aku lalai dalam berdoa karena pekerjaan rumah
tangga yang ku kerjakan sendiri di rumah hingga aku kelelahan. Lalu aku
mencoba memejamkan mata membaca ayat-ayat suci pendek yang aku hafal.
Ketika di dalam pejaman mata itu aku melihat sosok wanita berbaju putih
lusuh, berambut putih panjang, jari-jarinya amat panjang, memegangi
antara dada dan perutku.
Sontak aku
membuka mata “astagfirullah” ucapku sambil beranjak dari kamar, keluar
rumah di depan teras. Nafasku ngos-ngosan. Tak mungkin aku berteriak,
apa nanti kata tetanggaku yang mulutnya ramai sekali. Sekitar 10 menit
aku kembali masuk ke rumah. Perasaanku kembali tak enak. Teringat kata
ibu dan ayahku mengenai rumah ini. Ya Allah aku lelah pikirku. Kenapa di
saat-saat seperti ini mereka jauh. Tak ada pulsa untuk menelepon
mereka.
Melakukan chatting dengan suamiku tentu
jadi hal yang sia-sia. Aku kuat, aku harus kuat jeritku dalam hati. Aku
mulai mengalihkan pikiran melakukan pekerjaan rumah. Hingga sore pun
tiba, aku merebus air hangat untuk mandi. Setelah bersiap-siap ada
bayangan di dapur berjalan-jalan lagi. Ketika aku keluar sontak wajah
wanita itu jelas di depanku. Wajah yang keriput dengan mata yang tajam.
*Argh,
aku histeris berteriak berlari, ingin berlari ke kamar, hingga aku lupa
percikan air membuat lantai licin. Dan “*dug” aku terpeleset terjatuh,
mataku berkunang-kunang suara terdengar sama. Seperti wanita cekikikan.
Dadaku kembali sesak. Perutku terasa sakit kembali. Pandanganku hitam,
yang aku sebutkan dalam hati hanya “ya Allah semoga tak ada wanita atau
seorang ibu hamil yang lain bernasib sama sepertiku”.
0 Response to " Ibu Hamil Tidak Boleh Sendirian"
Post a Comment