Dalam langkah-langkah kakiku yang tertatih serta pandanganku yang
tenggelam dalam telaga lamunan. Sayup-sayup aku mendengar sebuah suara
yang terdengar lirih berasal dari dekat pintu keluar rumah sakit. Suara
itu memanggil-manggil namaku.
Mas Dika… Mas Dika…
seperti itulah suara itu terdengar ditelingaku yang kehilangan
digdayanya untuk menangkap suara dengan jelas karena pikiranku yang trus
mencoba mencerna apa yang terjadi tadi malam. Namun perlahan, suara itu
menjadi semakin dekat. Memekakkan telinga dengan disertai refleks
tergemap yang kuperlihatkan setelah satu tepukan kecil kurasakan
dibahuku.
“Hei mas Rio! Ngelamun aja, sampai nggak denger panggilan saya” –
ternyata asal suara itu adalah Joko, Petugas keamanan rumah sakit ini.
“eh iya mas Joko, saya mau pulang nih… udah kerja shift malem tadi
terus lanjut nyelesaiin laporan, ini baru selesai” – ungkapku dengan
nada lemas.
“Mas Dika lagi latihan akting ya tadi malam?” – tambah mas Joko
menimpali dengan menunjukkan raut wajah penasaran. Aku mengernyitkan
dahi, tidak menangkap apa yang maksud dari perkataan mas Joko. Aku tanya
dengan kata: Maksudnya?BANDAR POKER DOMINO QQ
“Lah iya, saya lihat dari rekaman CCTV, tadi malam! Mas Dika kok
seperti sedang ngomong sendiri gitu?” – tandas mas Joko sambil menggaruk
pelipisnya dengan telunjuknya.
Seketika jantungku kembali berdegup kencang. Aku baru bisa menangkap
apa maksud dari perkataan mas Joko. Sejurus kemudian aku memintanya
untuk menunjukkan rekaman CCTV tadi malam.
Orang-orang sering memanggilku akrab dengan sebutan Dika. Dan yang
hendak aku ceritakan kali ini adalah pengalaman nyata dan cerita misteri
yang kualami sendiri dimalam itu ketika aku melaksanakan shift malam di
rumah sakit tempat dimana aku bekerja.
Anda salah besar bila hanya menyangka profesi dokter atau perawat
saja yang ada di rumah sakit. Ada beberapa posisi penting non-vital yang
harus ada untuk level rumah sakit yang ternama dikota Jakarta ini.
Pekerjaanku adalah tim leader perusahaan outsource dalam satu perusahaan
yang bergerak pada bidang facility service. Jangan salah, kebanyakan
rumah sakit memang membutuhkan kami para outsource company. Salah
satunya untuk tujuan memangkas pengeluaran rumah sakit.
Kebetulan malam itu aku dan ketiga anak buahku sedang bekerja untuk
shift malam. Dan bisa dibilang tugas malam merupakan tugas yang super
ekstra. Dan Seperti biasanya, menjelang tengah malam aku telah
membagikan detail tugas kepada ketiga orang anak buahku untuk kemudian
mereka kerjakan malam itu juga hingga selesai. Merekapun kemudian
berpencar menuju spot masing-masing untuk menyelesaikan tugas mereka.
Tertinggallah aku sendirian diruangan yang memang disediakan khusus
untuk tim outsourcing.
Ruangan saya berada tepat disamping kamar mayat yang berhadapan
dengan ruangan laundry dimana bayak diletakkan pakaian para dokter
spesialis setelah operasi. Karena malam sudah larut dan aku hampir mati
oleh rasa bosan, akupun kemudian menghidupkan CPU untuk iseng-iseng
menghabiskan waktu bermain game mineswepper. Game yang menurutku
merupakan game yang membuat bahkan keberuntungan bertekuk lutut. Aku
terus bermain game itu hingga tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 1
dini hari.
DRIIIING… DRIING… AGEN BANDARQ ONLINE
Aku dikejutkan dengan bunyi telepon disampingku. Seorang security
yang menelepon memberitahukan bahwa beberapa saat lagi akan ada petugas
datang ke kamar mayat. Akan ada mayat yang dimasukan kesana. Security
yang meneleponku waktu itu meminta agar aku bersiap sedia merapikan
serta membersihkan jalan yang akan dilalui petugas pengantar mayat
tersebut. Membersihkan disini maksudnya adalah mengepel ceceran darah
menetes disepanjang jalan yang dilalui tandu beroda menuju kamar mayat
setelah petugas melewatinya.
Benar saja, tak berselang lama. Beberapa petugas pengantar mayat
tiba. Mereka mendorong tandu roda dengan satu mayat yang tertutup kain.
Aku hanya bisa stand by didepan ruangan menunggu pekerjaan
mereka selesai. Setelah mereka petugas pengantar mayat itu selesai
dengan tugasnya, aku mulai melaksanakan tugasku membersihkan ceceran
darah yang banyak membuat cendala kemerahan dilantai rumah sakit.
Sebenarnya aku telah menghubungi anak buahku dengan HT untuk meminta
bantuan membersihkan noda-noda darah ini. Namun ternyata mereka masih
belum menyelesaikan tugas mereka masing-masing. Akhirnya aku
berinisiatif untuk membersihkannya sendiri.
Suasana rumah sakit kala itu sangatlah sunyi. Yang terdengar hanyalah
suara gemericik tetesan air dari keran wastafel ruang laundry yang
bocor serta suara sapuan kain pel yang sedang kuayun-ayunkan. Terlebih
ruanganku yang berdekatan dengan kamar mayat ini terletak di basemet 1
yang paling ujung. Sehingga hampir tidak mungkin orang mau iseng datang
kesini. Aku terus membersihkan sepanjang lantai dari awal dimana
ambulance yang mengantar mayat tadi terparkir hingga menuju kamar mayat.
Hingga akhirnya pekerjaan hampir selesai dan hanya tersisa sekitar 5
meter dari ruanganku. Namun terlihat ada seorang yang sedang berdiri
tenang didepan ruanganku. Pikiranku merancu dan sempat menanyakan
siapakah wanita ini yang mau datang ke ruanganku yang ada di pojokan
ini.
“Ah mungkin dia tersesat” pikirku dalam hati waktu itu. Akupun masih
melanjutkan pekerjaanku membersihkan noda darah disepanjang lantai
hingga selesai. Wanita itu masih saja berdiri disana. Tanpa menaruh rasa
curiga, aku mendekatinya sembari menyapanya. SITUS BANDARQ TERPERCAYA
“Ada yang bisa saya bantu mbak?” – tanyaku mencoba sopan.
Bila dilihat dari dekat, wanita itu terbilang masih muda. Mungkin
sekitar umur 20an dengan memakai baju berwarna merah dan wajah yang
sedikit pucat dan putih, namun menyiratkan kesedihan. Entah kenapa
tiba-tiba pula ada angin semilir yang dingin menjalar disekitarku waktu
itu. Padahal dibagian basement tidak ada pendingin ruangan.
Wanita itu hanya terdiam membisu. Tidak ada respon sama sekali dari
tegur sapa yang kulayangkan waktu itu. Aku mulai memberanikan diri untuk
bertanya kembali: “Mbak kesasar ya? atau lagi nyari toilet?” – tanyaku
lagi.
Wanita muda itu kemudian menolehkan wajahnya kearahku. Tatapannya
dingin dan hampa, lalu kemudian dia mulai terisak dan menangis dengan
sendu.
huuhuhuhu… huhuhuhu…
“Aduh, mbak kenapa kok menangis? tenang mbak, sebentar saya ambilkan kursi biar mbak bisa duduk” – tandasku cepat
Aku hanya bisa panik dan melongo pada kelakuan wanita itu. Aku
kemudian beranjak kedalam ruangan sembari meminta dia untuk menunggu
sebentar sedangkan aku mengambil satu kursi plastik yang ada didalam
ruanganku agar dia bisa duduk, karena kupikir wanita itu sedang bersedih
karena memiliki masalah.
Berselang beberapa detik, aku keluar ruangan dengan membawa satu
kursi plastik untuk dipakai duduk wanita itu. Namun, ketika aku keluar
ruangan. Aku tidak menemukan wanita yang tengah menangis tadi. Dia
hilang begitu saja. Bodohnya aku masih belum menaruh curiga sama sekali
pada kejanggalan itu. Aku berpikiran bahwa mungkin wanita itu telah
pergi entah ke toilet atau kemanapun.
Akupun kemudian kembali membawa masuk kursi plastik yang tadi kubawa
keluar. Karena rasa kantuk yang cukup mengganggu, akupun kemudian
menyeduh satu kopi tubruk dan menyulut satu batang rokok untuk menemani
lemat malam itu. Aku mengangkat gelas dan satu batang rokok sudah
terselip dibibirku, hendak bertandang kembali keruangan untuk
melanjutkan game minesweeper yang tadi sempat terhenti. Sesaat sebelum
aku sempat kembali duduk, seseorang mengetuk pintu ruanganku.
Tok.. Tok… Tok..
Ketika kubuka pintu, aku mendapati wanita yang tadi sempat aku sapa
namun kemudian menangis beberapa waktu yang lalu. Dia berdiri tepat
didepan pintu ruanganku dengan sisa-sisa tangisnya tadi.
Aku sedikit terkejut dengan wanita itu yang tiba-tiba muncul mengetuk
pintu ruanganku waktu itu. Aku kemudian keluar ruangan dan hendak
menanyakan apakah ada yang bisa kubantu untuknya. Namun sebelum aku
sempat menanyakan maksud kedatangannya waktu itu, dia langsung memotong
pembicaraanku dan berkata:
“Terima Kasih ya mas” – ucapnya singkat
Aku terdiam, tidak mengerti maksud perkataan terima kasih dari wanita
itu karena aku tidak merasa membantu atau memberikan apapun kepadanya.
Namun belum sempat aku berkata “Terima kasih untuk apa?” kepadanya,
Wanita itu sudah pergi beranjak dari hadapanku. Pergi menjauh dengan
kerling wajah yang mengisyaratkan perasaan yang lebih lega daripada kali
pertama kita tadi bertemu. Aku hanya tersenyum.
“Aduh kopiku jadi dingin nih… haha” gerutuku sendiri setelah kembali keruanganku.
Aku melanjutkan main game, namun entah kenapa udara menjadi sangat
dingin hingga membuatku ketiduran dan terlelap begitu saja diatas kursi
yang menyandar ditembok ruanganku saat itu. Hingga tepat pukul 6:30
pagi, aku terbangun oleh ketiga anak buahku yang masuk keruangan setelah
menyelesaikan tugas mereka. Ada bau semerbak melati yang samar tercium
ketika aku terbangun dari tidur nyenyakku waktu itu.
“Kalian pakai parfum melati ya?” tanyaku kepada ketiga anak buahku waktu itu.
“Enggak kok mas, saya kira mas yang pakai parfum aroma melati?” ucap
salah satu dari mereka, mengira akulah yang memakai parfum beraroma
melati. Kami saling melempar pandangan.
“sudahlah, kerjaan udah selesai. Mending kita sekarang nyari makan di
warteg depan” – ucapku sembari menyuruh mereka untuk berangkat duluan
karena aku ingin mencuci muka terlebih dahulu sebelum nanti menyusul
mereka.
Setelah mencuci muka agar lebih fresh dan hendak pergi menyusul anak
buahku di warteg depan rumah sakit. Aku berpapasan dengan Pak Budi,
atasanku yang kebetulan sedang memarkir mobilnya di basement 1. Aku
menyapanya. Dia mengangguk dan bertanya “udah mau pulang nih mas Dika?” –
kamipun mengobrol sejenak. Aku menceritakan kejadian janggal yang
terjadi tadi malam kepadanya. Tentang wanita misterius yang datang
menangis, kemudian mengucapkan terima kasih tanpa alasan.
“Mungkin dia suka sama mas Dika kali tuh” ucap pak Budi sambil bercanda. Aku hanya membalasnya dengan gelak tawa.
Akupun kemudian meminta izin kepada pak Budi untuk menyusul anak
buahku di warteg depan. Ternyata beliau juga belum sarapan dan ingin
bergabung makan di warteg depan bersama kami. Dan akhirnya kami
memutuskan untuk pergi kesana bareng. Namun, ketika kita baru sampai di
bibir pintu basement 1 dan kami beranjak keluar, muncul segerombolan
orang yang tampak berlarian menangis histeris dari arah luar. Aku dan
pak Budi penasaran dengan apa yang sebenarnya sedang terjadi diluar.
Tampak pula beberapa petugas polisi berlalu-lalang disepanjang basement
1.
Satu petugas rumah sakit mendatangi kamar mayat dan membukanya.
Beberapa petugas lainnya menghampiriku dan pak Budi untuk meminta kami
membantu memindahkan mayat dari lemari jenazah keatas tempat tidur untuk
dilakukan otopsi. Aku dan pak Budi tanpa ragu bergegas membantu. Aku
membantu mengangkat bagian kaki mayat yang masih tertutup kain dari
lemari jenazah kamar mayat itu keatas tempat tidur.
Setelah kami berhasil memindahkan mayat itu keatas tempat tidur, seorang
polisi kemudian dengan tiba-tiba membuka kain penutup mayat tersebut.
Tampak satu raga yang telah berpisah dengan sukmanya tergeletak disana,
dengan beberapa bercak darah diwajahnya. Aku terus memandanginya sampai
kemudian aku terbelalak penuh perasaan terkejut tidak percaya.
Mayat wanita itu adalah wanita yang tadi malam sempat bertemu
denganku didepan ruangan ini. Wanita yang berdiri dengan tatapan kosong
yang terpasung perasaan pilu. Wanita yang kemudian menangis. Wanita yang
kemudian mengetuk pintu ruanganku dan berterimakasih kepadaku atas
suatu hal yang aku tak tahu alasannya. Aku terdiam.
“Ada apa mas? Kalau takut keluar saja mas… terimakasih bantuannya”
tegas petugas yang tadi membuka kain penutup mayat wanita itu.
Dengan langkah penuh tremor, aku berjalan kearah pintu keluar bersama
pak Budi. Tampak jelas wajah kebingungan yang tersirat pada roman
wajahku saat itu. Pak Budi yang memperhatikan gerak-gerikku kemudian
menyiku lenganku.
“makanya kalau mas Dika takut, ya jangan dilihat mas” ucapnya, sembari
kemudian melayangkan satu botol air mineral untuk menenangkanku. Aku
meminumnya dengan sedikit tergesa.
Setelah aku berada agak jauh dari kamar mayat. Aku menceritakan
kejadian yang sesungguhnya kepada pak Budi. Dia bergidik ngeri, kemudian
berkata agar aku tidak menceritakan kejadian ini kepada orang-orang di
rumah sakit ini karena beberapa pertimbangan.
Usut punya usut, ternyata wanita itu adalah korban pembunuhan. Dia
adalah pembantu rumah tangga di satu rumah besar di Gandaria, Jakarta
Selatan. Dia dibunuh kumpulan perampok yang dipergokinya ketika sedang
melangsungkan aksi perampokan dirumah tersebut. Nahas, wanita itu
kemudian dibunuh dengan cara yang keji karena para perampok itu panik
karena aksi kriminalnya diketahui.
Bibirku seketika menjadi pahit. Entah karena aku telah melihat mayat
atau karena terjerembab perasaan empati pada wanita itu. Aku
mengurungkan niatku untuk makan di warteg depan rumah sakit dan
memutuskan untuk langsung kembali pulang. Terhuyung-huyung menapaki
pelataran rumah sakit dengan dipenuhi lamunan, hingga mas Joko menegurku
kemudian.
***
Aku melihat rekaman CCTV yang ditunjukkan
oleh mas Joko, petugas keamanan rumah sakit. Tampaklah dikaca monitor
itu, aku sedang mengerjakan pekerjaanku mengepel lantai yang ternoda
oleh bercak-bercak darah tadi malam. Hingga aku bertemu dengan wanita
itu. Namun, dari rekaman CCTV itu, aku hanya tampak berujar sendiri
didepan selesa kosong didepanku. Wanita itu bukan manusia, karena dia
tidak terekam dalam kanta CCTV itu. Dia adalah atma yang bersedih karena
harus berpisah dengan raganya.
0 Response to "Bertegur Sapa Dengan Korban Pembunuhan"
Post a Comment