Seperti dituturkan Lilis dalam kisahnya, saat dia kemecer ingin menikmati segar buah rambutan, pada tengah malampun tidak bakalan membuatnya surut menikmati. Ia sudah berulang kali membeli pada tengah malam, karena menunggu sampai suaminya yang bertugas sebagai satpam pulang kerja. Seperti malam itu, ia berdua bersama suaminya berniat untuk membeli buah rambutan di daerah pinggiran kota.
Tempat yang dituju adalah sebuah sentra bongkar muat buah rambutan. Jarak tempuh dari rumahnya lumayan jauh. Namun karena sudah niatnya, Lilis tetap berangkat juga dengan pertimbangan di situ bisa memilih buah yang masih segar dan agak murah. Malam itu selepas suaminya kerja, jam menunjukkan pukul 20.00 Belum terlalu larut memang.
Keduanya berboncengan naik sepeda motor, sekalian ingin mencari angin. Setelah memilih-milih buah rambutan keduanya bermaksud segera pulang. Tanpa terasa hujan mulai turun rintik-rintik. Sementara keduanya tidak membawa mantel. Karena takut kehujanan dan masuk angin, akhirnya memilih tempat untuk berteduh. Sampai gerimis berhentik waktu tak terasa telah mendekati tengah malam.
Ketika dilirik jarum kecil jam tangannya menunjuk angka 12 tengah malam. Karena takut terlalu lama di jalan, akhirnya diputuskan untuk tetap melanjutkan perjalanan. Tak terasa perjalanan mulai memasuki daerah perbatasan. Jalan nampak sepi dan lampu disekitar padam. Di depan tampak ada truk yang mogok. Motor terus berjalan sampai hampir mendekati truk yang mogok tepat di depan stasiun itu.
Ketika hampir mendekati kira-kira berjarak 1 meter, Lilis dan suaminya sempat tak percaya menyaksikan rombongan orang yang berjalan menyeberang jalan dengan bergandengan. Jumlahnya ada puluhan. Anehnya, wajah mereka semuanya pucat pasi, tanpa ekspresi. Kemunculan rombongan itu sampai-sampai membuat suaminya meminggirkan laju motor agar tidak menabrak orang-orang tersebut.
Sambil terus jalan Lilis iseng-iseng menoleh ke belakang. Anehnya lagi, rombongan orang tersebut tak nampak sama sekali. Dia coba tanyakan pada suaminya, ternyata suaminya juga tidak melihatnya tampak di kaca spion. Karena masih penasaran akhirnya Lilis minta kepada suaminya agar menanyakan kejadian tadi pada seorang tukang becak yang kebetulan mangkal di dekat stasiun.
Ketika kemunculan manusia aneh itu ditanyakan, jawaban yang didapat justru membuatnya terhenyak. “Oh rombongan orang-orang itu toh. Tidak perlu takut, mereka itu memang sering muncul di dekat stasiun. Mereka itu memedi penunggu stasiun, mungkin saja para korban kecelakaan Kereta Api yang meninggal beberapa tahun lalu. Tidak usah dipikirkan, mereka tidak pernah mengganggu,” tutur tukang becak itu.
Jantung Lilis nyaris saja copot mendengar penuturan itu. Maklum seumur-umurnya belum pernah menyaksikan penampakkan makhluk halus. Tahu itu Lilis segera mengajak suaminya cepat-cepat melanjutkan perjalanan. Tak terasa bulu kuduknya merinding. Sampai di rumah ia masih belum percaya dengan pemandangan itu.
Tapi kata suaminya yang mengerti tentang “dunia lain” ini mengatakan jika rombongan yang dilihatnya tadi memang bukan manusia, melainkan makhluk halus yang gentayangan. Hanya itu saja yang dikatakan suaminya. Atas kejadian yang baru dialami, Lilis diam-diam mengaku bersyukur karena baru tahu itu hantu setelah penampakkan itu tidak terlihat. Kalau ngerti saat berpapasan mungkin saja dia sudah pingsan duluan.
0 Response to "Rombongan Setan Penunggu Stasiun | Cerita Misteri 101"
Post a Comment